Kontroversi Pengemis Online Berkedok Live Streaming di Media Sosial

Image Credit: Shutterstock

Oleh: Ayu Nazilla Fatimahtuz Zahra

Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah menjadi bagian integral dalam
berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk interaksi. Dalam beberapa sumber, penggunaan
TIK didefinisikan sebagai aplikasi pengetahuan yang digunakan manusia dalam
menyampaikan informasi atau pesan yang bertujuan untuk membantu menyelesaikan
permasalahan supaya tercapai tujuan dari komunikasi.

Penggunaan TIK dalam interaksi masyarakat memiliki beberapa manfaat, seperti
meningkatkan kemampuan komunikasi, media efektif penyampaian pesan, dan meningkatkan
interaksi sosial yang lebih luas dan cepat. Selain itu, penggunaan TIK juga dapat membantu
menjadi media hiburan bagi masyarakat. Di samping manfaatnya untuk interaksi, TIK banyak
menyediakan platform media sosial yang bisa diakses masyarakat untuk tampil eksis dan
menarik.

Tak jarang media sosial sering dimanfaatkan masyarakat untuk melakukan live streaming.
Tujuannya beragam seperti ingin terkenal banyak orang atau hanya sekadar menunjukkan
aktivitas kesehariannya. Namun, banyak sekali kontroversi yang timbul dengan media live
streaming ini, salah satunya fenomena pengemis online.

Fenomena pengemis online adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang untuk
mendapatkan hadiah atau uang secara online melalui platform media sosial seperti TikTok.
Kegiatan ini meliputi berbagai tindakan seperti mandi lumpur, berendam di air kotor, dan
mengguyurkan diri dengan air dingin selama berjam-jam.

Kontroversi live media sosial untuk mengemis menjadi fenomena yang menarik perhatian
masyarakat dan pemerintah. Fenomena ini dianggap sebagai contoh kemunduran atau krisis
sosial yang terjadi akibat efek samping perkembangan cepat teknologi informasi. Maraknya
tayangan konten secara live streaming yang mengeksploitasi orang tua, anak-anak, dan
kelompok disabilitas untuk mengemis, serta konten-konten yang membahayakan kesehatan
bagi pemerannya, mencetuskan budaya malas yang mengharapkan belas kasihan orang lain
layaknya pengemis.

Fenomena ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti minimnya tingkat ekonomi
kreator dan pemeran konten, serta kemiskinan yang dialami oleh beberapa individu. Tidak
menutup kemungkinan mereka juga melakukannya dengan sengaja untuk mendapatkan uang
tanpa perlu bekerja keras.

Fenomena pengemis online juga dianggap sebagai contoh bagaimana teknologi informasi
dapat digunakan secara kreatif oleh orang-orang tertentu untuk mendapat penghasilan. Dalam
hal ini, orang-orang yang merelakan dirinya untuk dikasihani atau mengemis. Mereka
memanfaatkan tingginya tingkat kedermawanan masyarakat Indonesia.

Fenomena pengemis online memiliki dampak yang cukup signifikan pada masyarakat. Di
satu sisi, fenomena ini memudahkan orang-orang yang ingin memberikan donasi dalam
bentuk uang atau barang secara cepat dan mudah melalui platform online. Namun, di sisi lain,
fenomena pengemis online juga memiliki dampak negatif seperti menyebabkan tindakan
penipuan, penggunaan uang yang tidak sesuai dengan tujuan aslinya, dan keterlibatan anak
muda dalam kegiatan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial.

Pakar digital Anthony Leong menyarankan agar fenomena ini segera dihentikan dengan
menghentikan kontribusi dari para pengguna media sosial dan tidak memberikan perhatian
kepada mereka yang melakukan mengemis online. Direktur Eksekutif Center of Economic
and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira juga mengatakan bahwa, fenomena ini
berpotensi menimbulkan masalah baru dan seharusnya platform media sosial memberikan
aturan yang lebih ketat terhadap kontennya.

Image Credit: Shutterstock

Image Credit: Shutterstock

Leave a Reply

Your email address will not be published.