Oleh: Farah Diba
Di ujung pertigaan, tepatnya di sebuah rumah minimalis dengan gaya desain interior Zen, tinggallah keluarga kecil yang baru saja dua tahun dibangun. Seperti halnya pasangan lainnya, pada awal pernikahan mereka juga diselimuti kebahagian yang tampak dari senyum lebar di wajahnya. Tak berselang lama kebahagian mereka bertambah dan terasa semakin lengkap sejak kehadiran satu-satunya putri di keluarga kecil mereka yang diberi nama Azalea Milagro.
Hari-hari berlalu dan tepat pada suatu malam yang dingin, nampak pasangan suami istri itu sedang berbincang. Sang suami yang berada di depan jendela kamar dan sang istri yang sedang duduk di sebelah box bayi sedang membahas Azalea kecil mereka.
“Kenapa si aku ga dibolehin gendong bayi kita”. Tak banyak bicara sang istri berkata bahwa putri kecil mereka barusan tertidur, kasihan bila tiba-tiba bangun. Jelas, seorang ibu lebih mengerti apa yang terbaik untuk anaknya, terlebih anak satu-satunya. “Sebentar saja, aku kan ayahnya”. Dengan menghela napas panjang sambil mengusap dahi putrinya, sang istri kekeh menggelengkan kepala petanda jangan. Tak bisa lagi menahan kesabaran, sang suami berjalan mendekati box tidur putrinya sementara sang istri hanya bisa menundukkan kepala dan meneteskan air mata. Sang suami pun mulai mendekat ke arah putrinya dengan menjulurkan tangan petanda siap untuk mengangkat tubuh mungil anaknya. Tangannya tembus, tangisan sang istri semakin meluap.
Setalah kejadian malam itu, sang istri yang merupakan ibunda Azalea terus mendoakan suaminya agar tenang disana dan mendoakan Azalea agar selalu sehat. Beberapa tahun pun berlalu, bayi Azalea sudah menjadi Azalea remaja. Setalah selesai menggelar acara pesta ulang tahun ke-17 tahun. Semakin bertambahnya umur. Azalea juga semakin penasaran ayahnya dulu saki tapa hingga menyebabkan kehilangan nyawa. Ibunda Azalea selalu mengarakan bahwa “dulu ayah sakit komplikasi” tanpa menyebutkan nama penyakitnya. Hal itu yang membuat Azalea tergerak hatinya untuk menjadi seorang dokter agar tahu persis kira-kira penyakit apa yang diderita oleh ayahnya.
“Bunda, Azalea ingin menjadi seorang dokter” kata Azalea.”Tiba-tiba sekali nak ingin menjadi dokter” jawab ibu. “Hehehehe iya bunda, doakan Azalea ya” kata Azalea. “Iya nak, ibu selalu mendoakan kebaikanmu” jawab ibu.
Waktu pun terus berjalan hingga akhirnya pendaftaran perguruan tinggi pun dibuka. Azalea dengan dukungan doa ibu, mendaftar dan memilih program studi kedokteran Universitas Airlangga. Setelah mendaftar Azalea berdoa bersungguh-sungguh agar mimpinya dapat terwujud. Setelah berminggu-minggu menunggu, akhirnya pengumuman sudah dibuka dan dengan keyakinan Azalea membuka pengumuman didampingi oleh ibu. Senyum lebar pun terlukis bersamaan dengan air mata yang mengalir, akhirnya Azalea lolos program studi kedokteran Universitas Airlangga.
Setelah melakukan daftar ulang dan menjalani kehidupan ospek, Azalea mulai merasakan kehidupan kampus sesungguhnya. Azalea mulai mengikuti banyak organisasi, salah satunya dia tertarik pada jurnalistik. Semenjak menjadi bagian dari jurnalistik, Azalea terus mengasah kemampuannya agar dapat menulis artikel yang berkualitas bagus sehingga dapat memberikan banyak informasi bagi banyak orang. Di tengah kesibukannya menulis artikel, Azalea juga fokus dalam hal akademiknya dan tidak melupakan salah satu tujuannya masuk ke program studi kedokteran.
Pada suatu hari, organisasi jurnalistik yang diikuti Azalea sedang mencari mahasiswa sebagai delegasi untuk meliput suatu daerah yang sedang terpapar wabah. Kebetulan Azalea ditunjuk untuk menjadi salah satu dari delegasi tersebut. Azalea pun memberitahu ibunya mengenai kabar ini, tetapi respon dari ibu jauh dari prediksinya. Ibu nampak khawatir dan berusaha membujuk Azalea agar tidak mengikuti acara tersebut. Azalea tidak putus sampai disitu, dia berusaha menjelaskan kepada ibunya dengan lebih hati-hati dan pada akhirnya bunda Azalea luluh.
Hari keberangkatan pun tiba dan ibu ikut mengantar Azalea ke bandara. Azalea berangkat dengan senang hati bersama timnya. Beberapa jam kemudian Azalea dan tim sudah landing dan bersiap menuju ke tempat tujuan. Saat sampai di tempat tujuan, Azalea dan tim langsung meliput apa yang terjadi disitu. Setelah meliput, Azalea dan tim membantu tenaga medis disana karena sebelumnya sudah mendapat pelatihan khusus mengenai penanganan di daerah tersebut. Setelah berjam-jam mengerjakan tugasnya dan membantu sedikit menangani pasien, akhirnya Azalea dan tim menuju basecamp untuk beristirahat agar keesokan paginya dapat melanjutkan kegiatan.
Kemudian Azalea mulai membuka suara “Semoga ayah tenang disana. Untuk ibu semoga selalu diberi kesehatan dan rezeki yang melimpah agar bisa datang diacara sumpah profesiku kelak nanti”. Mereka pun berpelukan.
Setelah hal itu terjadi, Azalea lebih semangat menekuni kegiatannya sebagai mahasiswa kedokteran. Di samping itu, dia juga terus mengasah skill menulisnya melalui organisasi jurnalistik. Ternyata tanpa disadari dengan masuknya Azalea ke program studi kedokteran dan didukung dengan organisasi jurnalistik dapat membuka banyak cerita yang sebelumnya dia tanyakan. Terus mencari tau dan mengobati dalam balutan jurnalistik kedokteran.
Leave a Reply