Oleh: Aya Nadira
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga merupakan salah satu fakultas kedokteran yang tertua di Indonesia. Terkenal sejak dahulu karena telah berhasil melahirkan dokter-dokter yang berjasa dalam kesehatan Indonesia. Selain telah melahirkan dokter-dokter yang berjasa, mereka juga berhasil melahirkan bidan-bidan yang hebat dan berjasa juga untuk dunia kesehatan di Indonesia. Dalam satu lingkup kehidupan di Fakultas Kedokteran Unair ini, kita, prodi kedokteran dan kebidanan seperti kakak-beradik yang berkembang bersama. Gedung putih yang tampak gagah dari depan, seperti induk yang menaungi anak-anak dan membantu mereka selama tumbuh dan berkembang. Dan seperti induk pada umumnya, apa benar FK juga punya anak kesayangannya?
Mulai dari dosen hingga fasilitas seperti gedung dan ruang kelas kita nikmati bersama dalam satu petak lahan yang sama. Semua terbagi secara rata, semua bisa menikmatinya. Namun, kalau memang sudah terbagi dengan baik, kenapa masih ada mahasiswa yang merasa masih terjadi kesenjangan antara prodi kedokteran dan prodi kebidanan? Bahkan mayoritas dari narasumber kami merasakan adanya kesenjangan meskipun hanya terkadang. Bener gak sih? or is it just a matter of he said she said?
Kebidanan kurang diberikan kesempatan…
Komplain dan ocehan tersebut sepertinya adalah salah satu yang paling banyak didengar oleh mahasiswa penghuni gedung NIAS. Komplain tersebut mengacu pada sebuah kejadian di mana banyak dari mahasiswa kebidanan yang merasa kurang diberikan kesempatan dalam memegang jabatan di acara-acara milik FK. Bahkan beberapa dari mereka sampai merasa tidak diberikan kesempatan sama sekali untuk menjabat di kegiatan besar FK. Selain dalam proker besar FK, ada juga yang merasa bahwa bahkan di kabinet-kabinet BEM, sedikit dari anak kebidanan yang menjabat di posisi atas. Meskipun banyak dari mahasiswa berkata dan merasa demikian, tidak sedikit dari mereka juga yang merasa, “Anak kebidanan sudah diberi kesempatan yang sama kok! Mereka aja yang gak mau aktif!”
Anak Kedokteran merasa lebih memiliki kuasa…
Entah masalah pride atau masalah siapa yang lebih berkuasa, tapi ada pendapat bahwa anak kedokteran itu kebanyakan merasa lebih tinggi dibandingkan anak kebidanan. Merasa lebih pintar, merasa lebih superior. Hal tersebut menghasilkan sebuah barier sosial antara anak kebidanan dan anak kedokteran. Anak kedokteran merasa enggan berteman dengan anak kebidanan dan anak kebidanan takut untuk meng-approach mereka. Bahkan beberapa anak FK gak mau lho saling sapa sama anak kebidanan, waduh.. apa gak bahaya? Hal ini sebenarnya tidak hanya datang dari internal penghuni FK saja, tapi banyak dari orang di luar masih menganggap sebelah mata prodi kebidanan. Bahkan beberapa dari mereka gak tahu loh, kalau kebidanan itu ada di keluarga Fakultas Kedokteran Unair. “Mereka tuh kadang kalau tanya dari fakultas mana, terus dijawab FK, mereka kayak, wow! tapi pas tahu prodinya cuma jawab, ohh, gitu” itulah salah satu dari banyaknya kejadian penyepelean yang dialami anak kebidanan dari luar keluarga FK. Aneh gak sih? Padahal kita sama-sama belajar hal yang sama, pelajarannya juga banyak yang sama, kenapa kedokteran dianggap lebih superior ya??
Tidak hanya datang dari mahasiswanya, fakultas juga??
Salah satu hal yang menjadi concern utama aku waktu menulis ini adalah fakta bahwa banyak dari mereka yang merasa bahwa kesenjangannya bukan hanya datang dari mahasiswa tapi juga dari fakultas. Ketika fakultas yang seharusnya menjadi seorang yang menjunjung tinggi kesetaraan antar kedua prodi, menjadi perisai mereka, penengah dari masalah ini, malah menjadi salah satu penyebabnya? Kurangnya kepastian dalam jadwal dan seringnya reschedule adalah salah dua dari beberapa kesenjangan yang dialami anak kebidanan dari civitas akademika FK Unair. Bahkan denger-denger anak kebidanan pernah diminta keluar dari ruang ujian karena anak kedokteran mau ujian? waduh apa benar ini?
Juga datang dari pribadi masing-masing..
Bagaimana kita bersikap sebagai seorang pribadi juga merupakan salah satu faktor dari barier sosial yang terjadi. Suara tersebut kali ini banyak datang dari prodi seberang nih, NIAS people, yaitu kedokteran. Sudah dirangkul kok! sudah juga diberikan kesempatan, kenapa sih masih merasa kurang? ya ocehan semacam itulah. Beberapa merasa bahwa kedokteran sudah merangkul dengan baik, tapi kebidanan yang masih merasa kurang dirangkul. Salah satunya dalam hal perbincangan katanya, anak kebidanan sering merasa ter-exclude dari perbincangan anak kedokteran. Anak kebidanan juga harus berani dalam mengutarakan pendapat dan menunjukkan kemampuan mereka. Jangan hanya karena merasa terintimidasi jadi bersembunyi dibalik satu dua orang saja.
Perbedaan jumlah menjadi salah satu faktor..
Masalah-masalah di atas juga dianggap datang dari satu masalah utama yaitu perbedaan jumlah antara kedokteran dan kebidanan yang lumayan beda jauh. Ketika anak kedokteran bisa terdiri dari 300 orang lebih, anak kebidanan hanya 100 orang. Wow, jumlah yang beda jauh ya. Menurutku sendiri, dengan perbedaan jumlah yang jauh itu, kesenjangan lebih mudah terjadi. Karena kita berada di kehidupan sosial yang berbasis musyawarah. Kita menentukan banyak hal melewati voting dan pemilihan suara terbanyak. Namun sayangnya, kita juga hidup dalam masyarakat berkubu. Maksud dari berkubu di sini adalah, misal ada pemilihan, “Eh, anak kedokteran jangan lupa dukung dan vote yang kedokteran dong!” Dengan adanya sosial yang berkubu itu, akan lebih sulit untuk mereka yang dengan kubu berjumlah lebih sedikit untuk memenangkan vote tersebut. Bukan mendukung sesama itu tidak baik, tetapi, kita seharusnya lebih bisa netral dalam memilih dan melihat situasi, no?
Mengakhiri barier sosial ini
Jadi, sebenarnya apa sih aksi nyata yang bisa kita lakukan buat mengakhiri sosial barier ini? Well, Some says “Tambah kuota kebidanan dong, kuota kedokteran dikurangi aja” ada juga yang bilang untuk anak kebidanan stop insecure ke anak kedokteran. But as for me, it’s courtesy and altruism. Saling menghargai dan membantu. In the end we are all one big family, belajar bersama dan berkembang bersama untuk mencapai tujuan yang sama. Berjalan dan bekerja berdampingan saling membantu untuk mewujudkan kesehatan Indonesia menjadi lebih baik, itukan tujuan kita?
Leave a Reply