Oleh: Daniyah Umar
Pemecatan 249 tenaga kesehatan di Manggarai dipicu oleh keluhan akan rendahnya gaji
dan insentif. Mayoritas nakes di sana mendapat gaji di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP),
memicu aksi unjuk rasa yang berujung pada pemecatan. Mereka menuntut kenaikan gaji dan
tambahan penghasilan, serta penambahan kuota seleksi PPPK 2024. Peristiwa serupa terjadi di
DPRD Manggarai, di mana ratusan nakes juga dipecat setelah demo. Dengan peristiwa ini
sebagai latar belakang, esai ini akan membahas perbandingan gaji nakes di dalam dan luar
negeri serta pentingnya insentif yang memadai bagi kinerja tenaga kesehatan.
Telah dijabarkan bahwa gaji nakes di Indonesia, tepatnya di Manggarai, tergolong sangat rendah sekali hingga mayoritas nakes tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup sehari-harinya. Maka dari itu, alangkah baiknya bila meninjau seberapa besar gaji nakes di beberapa kota yang ada di Indonesia dan luar negeri. Dikutip dari indeed.com, data menunjukan bahwa
salah satu daerah di Indonesia, tepatnya di kota Semarang, rata-rata gaji nakes adalah sebesar
Rp 6.486.341 atau 6 kali lipat atau bahkan lebih dari gaji nakes di Manggarai. Gaji itupun
adalah gaji rata-rata tenaga medis di Kota Semarang, bila dilihati dari tempat bekerja seperti
Rumah Sakit Siloam, maka gaji tenaga medisnya mulai dari 19 Juta Rupiah per bulannya.
Data dari indeed.com juga menunjukan bahwa gaji tenaga kesehatan di Malang adalah
sebesar Rp 10.312.054 per bulan di Malang.2 gaji dilaporkan, diperbarui pada 14 April 2024.
Gaji fantastis tersebut bahkan mengalahkan kota Semarang yang lebih besar dari kota Malang.
Apabila dibandingkan dengan gaji nakes di Manggarai adalah 10 kali lipat atau bahkan lebih.
Studi mengenai pengaruh insentif terhadap kinerja tenaga medis menyoroti
kompleksitas dalam menciptakan sistem penghargaan yang sesuai dan efektif. Insentif
finansial, seperti bonus dan kenaikan gaji, sering kali dianggap sebagai alat yang kuat untuk
meningkatkan motivasi dan produktivitas karyawan. Namun demikian, penting untuk diingat
bahwa motivasi intrinsik, seperti rasa pencapaian dan tanggung jawab sosial terhadap pasien,
juga merupakan faktor penting dalam memotivasi tenaga medis. Oleh karena itu, desain
insentif yang efektif harus mengintegrasikan kedua jenis motivasi ini secara seimbang.
Pertimbangan lain dalam merancang insentif adalah untuk memastikan bahwa mereka
adil dan sesuai dengan kinerja serta kontribusi individu. Keadilan dalam pembagian insentif akan membantu membangun kepercayaan dan komitmen karyawan terhadap organisasi.
Transparansi dalam proses penetapan dan komunikasi mengenai insentif sangatlah penting
untuk menghindari ketidakpuasan dan ketidakjelasan di antara karyawan.
Selain insentif finansial, insentif non-finansial juga dapat memberikan dampak yang
signifikan terhadap kinerja tenaga medis. Pengakuan atas prestasi, kesempatan untuk
pengembangan karir, dan lingkungan kerja yang mendukung pertumbuhan profesional dapat
menjadi faktor penting dalam meningkatkan motivasi dan kinerja. Kombinasi dari kedua jenis
insentif ini seringkali lebih efektif daripada insentif tunggal dalam mempengaruhi perilaku dan
kinerja karyawan.
Pengelolaan insentif juga memerlukan evaluasi yang terus-menerus dan penyesuaian
sesuai dengan perubahan dalam lingkungan kerja dan strategi organisasi. Program insentif yang
efektif harus mampu beradaptasi dengan dinamika yang ada dan tetap relevan dengan tujuan
organisasi. Selain itu, budaya organisasi yang mendukung kerjasama, inovasi, dan komitmen
terhadap keunggulan dalam pelayanan kesehatan juga memainkan peran penting dalam
keberhasilan implementasi insentif.
Dalam konteks pelayanan kesehatan, di mana tuntutan terhadap kualitas dan efisiensi
sangat tinggi, insentif yang dirancang dengan baik dapat menjadi kunci dalam meningkatkan
kinerja tenaga medis dan meningkatkan kepuasan pasien. Dengan memahami kompleksitas dan
kebutuhan individu, serta dinamika organisasi, pemberian insentif yang tepat dapat membawa
manfaat yang signifikan bagi semua pihak yang terlibat.
Kisah demo dan pemecatan besar-besaran tenaga kesehatan (nakes) di Manggarai
menggambarkan krisis dalam insentif dan kompensasi di sektor kesehatan Indonesia. Gaji yang
rendah, di bawah standar upah minimum provinsi, telah menciptakan kondisi tidak
berkelanjutan bagi nakes, memicu protes dan pemecatan massal. Perbandingan gaji antardaerah
menunjukkan ketidaksetaraan yang signifikan, dengan gaji nakes di kota-kota besar seperti
Semarang dan Malang jauh melampaui gaji di Manggarai. Pemberian insentif yang sesuai, baik
finansial maupun non-finansial, dapat meningkatkan kinerja dan kepuasan nakes. Insentif
finansial seperti bonus dan kenaikan gaji bisa menjadi dorongan kuat, tetapi penting juga
memperhatikan motivasi intrinsik, seperti rasa pencapaian dan tanggung jawab sosial terhadap
pasien. Manajemen insentif yang efektif memerlukan evaluasi dan penyesuaian terus-menerus,
serta budaya organisasi yang mendukung kolaborasi, inovasi, dan komitmen terhadap
pelayanan kesehatan yang unggul.
Leave a Reply