Oleh: Crazyvaya
Aku selalu saja memberitahu orang-orang bahwa yang terpenting di dunia ini bukan validasi
orang lain, tapi toh penting juga memvalidasi perasaan diri sendiri dan orang lain. Jadi aku
sekarang berada pada titik paradoksal di mana dua sisi sama-sama saling memakan satu sama
lain.
Sekarang aku terpekur bisu pada kenyataan di balik angan-angan ketanyaan perihal apapun
yang aku utarakan. Mengapa aku penuh dengan ketidakjujuran? Mengapa aku tidak bisa
menampilkan diriku sesederhana apa adanya? Mengapa aku selalu ingin terlihat seolah ada
apanya?
Aku benar-benar merasa seperti tong kosong yang begitu nyaring bunyinya. Begitu
berisik hingga tuli akan sekitar.
Aku yakin di sekitarku penuh dengan orang yang tertawa, menertawakanku yang begitu buta
memandang diri sempurna, padahal tidak lebih dari seorang anak yang haus perhatian.
Apakah aku terlalu ingin dilihat benar? Sampai aku suka menyalahkan banyak hal.
Lucu, ya? Dua bulan belakangan aku menjadi orang paling perasa. Hari ini aku adalah orang
apatis yang kosong dan tak ingin bersinggungan dengan siapa-siapa. Menghadapi ribut
rendahnya dunia dengan rasionalitas yang entah tepat entah tidak.
Aku seperti terkurung pada standardisasi khayal mengenai jati diriku sebenarnya. Dan
sekarang aku ingin keluar dari sini.
Entah sampai kapan. Entah mulai kapan. Aku muak menjadi seseorang yang palsu. Lebih baik
aku tidak pernah peduli. Lebih baik empati ini sementara mati,
Aku tidak ingin mengharap soal apa-apa yang menyala dalam diri manusia. Aku ingin
menghilang sebentar. Aku lelah.
Sebab aku terlalu sibuk pada gemerlap imaji dalam duniaku, sampai lupa bahwa duniaku bukan
cuma punyaku.
Leave a Reply