Oleh: Himawan Rizqi
Laut Bercerita adalah novel karya penulis asal Indonesia, yaitu Leila Salikha Chudori. Selain sebagai penulis novel, Leila S. Chudori juga bekerja sebagai redaktur senior di majalah Tempo. Novel Laut Bercerita terbit pertama kali pada tahun 2017. Novel ini mengangkat tema kekeluargaan, rasa kehilangan, percintaan, dan persahabatan yang kuat. Novel ini berlatar waktu di kurun waktu 90-an sampai 2000.
Novel ini membuat para pembaca merasakan hidup di era reformasi tahun 1998 yang terasa sangat kelam dan kejam bagi para aktivis di masa pemerintahan otoriter Presiden Soeharto. Leila menulis novel ini dalam jangka waktu 5 tahun. Sebelum menulis novel ini, Leila melakukan riset yang mendalam serta menyeluruh terkait karakter dari tokoh-tokoh yang ada, tempat kejadian, serta peristiwa yang sudah berlalu. Bahkan ia juga melakukan wawancara terlebih dahulu secara langsung pada korban yang berhasil kembali atau kerabat korban. Karena itulah, novel ini terasa nyata dan begitu “immersive” ketika kita membacanya.
Novel Laut Bercerita dikisahkan dalam beberapa babak. Babak pertama novel berlatar di tahun 1998 mengisahkan tentang seorang mahasiswa bernama Biru Laut Wibisana yang diculik oleh sekelompok orang tidak dikenal. Bersama dengan tiga temannya yang lain, ia dibawa ke sebuah tempat tidak dikenal dan disekap selama berbulan-bulan. Selama disekap keempat sekawan itu diinterogasi, dipukul, ditendang, digantung, dan disetrum agar bersedia membuka suara. Orang-orang itu ingin tahu, siapa dalang di balik gerakan aktivis dan mahasiswa kala itu. Dua tahun selang hilangnya Biru Laut secara misterius, sang adik Asmara Jati dan Tim Komisi Orang Hilang yang dipimpin oleh Aswin Pradana mencoba mencari jejak mereka yang hilang. Mereka juga mempelajari testimoni dari mereka yang kembali. Tidak hanya Asmara Jati, kekasih Laut, Anjani dan juga orang tua serta istri aktivis yang hilang turut menuntut kejelasan nasib anggota keluarga mereka. Sementara itu, dari dasar laut yang sunyi, Biru Laut bercerita kepada dunia tentang apa yang terjadi pada dirinya dan kawan-kawannya.
Walaupun novel ini berkisah tentang perjuangan para mahasiswa aktivis, namun Leila tetap menyisipkan kisah romantis antara Laut dan Anjani, serta Asmara dan Alex. Kisah-kisah percintaan mereka yang terselip di sela-sela konflik membawa “selingan” bagi para pembaca di tengah intens dan ngerinya konflik yang dilalui oleh para tokoh.
Buku ini sangat menarik dan bermanfaat untuk dibaca. Novel ini mampu membuka wawasan kita terhadap dunia kesusastraan, seperti adanya puisi-puisi yang tercantum karya Pramoedya Ananta Toer, W.S Rendra, dan banyak lagi. Setiap kata yang tertulis di setiap halaman membuat para pembaca ikut terombang-ambing merasakan emosi. Rasa sedih, kesal, lucu, dan romantis tercampur aduk menjadi satu. Novel Laut Bercerita mampu membuat para pembaca membuka pikirannya terhadap negeri ini, bahwa kita tidak bisa diam saja apabila para petinggi negara menguasai negeri ini tanpa memikirkan rakyatnya. Walaupun akhir cerita ini termasuk kategori sad ending, saya merasa sangat kagum terhadap ide gagasan yang telah dituangkan penulis dengan begitu indah dan dinarasikan dengan apik.
Walau memiliki banyak kelebihan, novel ini tentunya tidak luput dari berbagai kesalahan. Terdapat beberapa kata di novel ini yang masih memiliki kesalahan dalam ejaan, seperti kata “praktek” yang seharusnya “praktik”, kata “menganalisa” yang seharusnya “menganalisis”, dan lain-lain. Pemborosan kata pun tak luput dari novel ini. Beberapa dialog dalam novel ini diselipkan dengan bahasa Jawa tanpa memberikan penjelasan mengenai arti dari kosa kata bahasa Jawa tersebut, sehingga mungkin para pembaca kurang mengerti. Novel ini juga mengandung beberapa adegan yang kurang patut untuk dibaca oleh mereka yang kurang cukup umur, sehingga disarankan bijak untuk membaca.
Membaca novel “Laut Bercerita” membuat kita, khususnya saya sendiri merasa ikut hidup di masa lampau, di mana terdapat Indonesia yang “lain” yang terasa sangat berbeda dengan Indonesia sekarang ini. Menurut saya, novel ini sangat cocok bagi para mahasiswa baik yang mengikuti organisasi seperti para tokoh dalam novel maupun tidak, dan juga sangat cocok bagi orang yang kritis dan ingin memahami sejarah zaman Orde Baru secara lebih lanjut. Pembaca akan merasa emosinya di ombang-ambingkan oleh karakter dan jalan cerita di novel ini hingga akhir cerita.
Leave a Reply