Oleh: Cinguli
Jantungku Kala Berdikari
Darahku melahirkan sepotong prosa tak bersenyawa. Bermuara pada jari-jari dan mengirimkannya ke seluruh jiwa raga yang elok bak anyelir. Memerdekakan aku yang terlukis sendu dan terkurung malu ditelantarkan kilaunya jumantara. Menarikan tarlan yang menggerogoti jiwaku kala berpangku pada ombak laut.
Jantungku hidup seperti doa-doa yang kuaminkan pada kunang-kunang yang tersimpan dibalik dada dengan tersipu. Melilitkan kayu-kayu yang terukir pada konsonan namamu yang anggun. Menguliti segenggam kasih yang menjalar pada jaring-jaring.
Lekukan teramu dan berdetak bagai kidung yang menebarkan percikan bunga api. Air dari surga datang untuk menyuburkan jantungku yang terakit dahaga. Bintang yang berguguran menghujani kristal di ruas-ruas serbuk bunga. Rembulan menggaungkan nada-nada yang bermekaran pada kelopak di lingkar pupil matamu.
Aku tak bersenandung luka yang keabuan. Darahku merona seperti kembang yang berpawang lembayung. Jantungku merekah pada biji-biji buah yang tidur dalam bilik bersekat. Bagai bunga-bunga yang tersesat di lorong labirin.
Leave a Reply